Asam Urat
Asam urat merupakan hasil akhir metabolisme purin dalam tubuh manusia yang tidak memiliki fungsi fisiologis, yang dianggap sebagai produk buangan yang dapat menimbulkan peradangan ketika melebihi batas normal (Wibowo, 2004). Batas normal kadar asam urat dalam darah manusia menurut Wiryowidagdo (1966) secara umum untuk laki-laki dewasa berkisar antara 3,5-7,2 mg/dl dan untuk perempuan 2,6-6,0 mg/dl.
Pada kondisi patofisiologis dapat terjadi peningkatan kadar asam urat dalam darah melebihi batas normal yang disebut hiperurisemia. Menurut Wibowo (2004) hiperurisemia dapat disebabkan oleh tingkat produksi asam urat yang berlebih, ekskresi asam urat melalui ginjal yang berkurang, atau kombinasi keduanya. Hiperurisemia dapat menyebabkan deposisi kristal asam urat pada persendian sehingga menimbulkan rasa nyeri dengan gejala bengkak merah, dikenal dengan istilah gout atau arthritis pirai.
Hiperurisemia merupakan salah satu jenis penyakit rheumatik yang gejalanya dapat diketahui dengan mudah, diantaranya rasa nyeri pada persendian. Rasa nyeri pada persendian berkaitan erat dengan aktivitas jaringan penyambung dan metabolisme sistem muskuloskeletal. Meskipun tidak menimbulkan kematian, kerugian yang ditimbulkan penyakit ini berdampak pada sistem ekonomi karena kemampuan fisik menurun. Penderita penyakit ini ditemui pada beberapa daerah di Indonesia, diantaranya hasil penelitian yang dilakukan Silvia (1985) yang menyebutkan bahwa hiperurisemia dan gout di Indonesia persentasenya sangat tinggi, terutama masyarakat Jawa dan Sulawesi Selatan yang berdomisili di pesisir, dengan kebiasaan harian masyarakatnya mengkonsumsi alkohol dan ikan laut. Sedangkan menurut Darmawan (1998) di Jawa Tengah pada tahun 1989 diantara 4.683 orang berusia 15-45 tahun yang diteliti, ditemukan 8% menderita asam urat tinggi (7,5% pria dan 0,5% wanita).
Hiperurisemia dan gout umumnya menyerang laki-laki, dan laki-laki gemuk mempunyai kecenderungan lebih tinggi terserang penyakit tersebut. Persentase penyakit hiperurisemia dan gout menyerang laki-laki sangat tinggi dibandingkan perempuan yang baru muncul setelah menopause. Hal ini disebabkan pada perempuan disekresikan hormon reproduksi (estrogen dan progesteron) yang ikut membantu pembuangan sisa metabolisme tubuh (Wibowo, 2004). Menurut Guyton (1996) hormon reproduksi yang membantu proses pembuangan tersebut merangsang perkembangan folikel yang mampu meningkatkan kecepatan proliferasi sel, menghambat keaktifan sistem pembawa pesan kedua siklus adenosin monofosfat (cAMP). cAMP menurut Soewolo (2000) diduga dapat mengaktifkan enzim protein kinase yang mempercepat aktivitas metabolik, diantaranya metabolisme purin dan pirimidin.
Pemicu Asam Urat
Makanan yang memicu terbentuknya asam urat melebihi kadar normal dapat diklasifikasikan sebagai berikut: pertama, makanan yang mengandung purin tinggi (150-800 mg/ 100 gram makanan) adalah diantaranya hati, ginjal, otak, jantung, udang, remis, kerang, sarden, ekstrak daging (abon, dendeng), tape, alkohol. Kedua, makanan yang mengandung purin sedang (50-150 mg/ 100 gram makanan) yaitu daging sapi, kerang, kacang-kacangan kering, kembang kol, bayam, asparagus, buncis, jamur, daun singkong, daun pepaya dan kangkung.
Ketiga, makanan yang mengandung purin lebih ringan (0-50 mg/ 100 gram makanan) adalah keju, susu dan telur (Wibowo, 2004). Hiperurisemia dan gout umumnya menyerang kaum laki-laki, dan laki-laki gemuk mempunyai kecenderungan lebih tinggi terserang penyakit tersebut. Kaum laki-laki persentase terserang penyakit hiperurisemia dan gout sangat tinggi dibandingkan dengan kaum perempuan yang baru muncul setelah menopause. Hal ini disebabkan pada perempuan disekresikan hormon estrogen yang ikut membantu pembuangan asam urat lewat urine, sementara pada pria tidak disekresikan hormon estrogen, sehingga asam uratnya cenderung lebih tinggi (Wibowo, 2004).
Pencegahan dan Pengobatan
Pengobatan dan pencegahan hiperurisemia yang sudah ada dilakukan dengan mengurangi tingkat produksi asam urat atau meningkatkan ekskresinya. Dua jenis obat yang digunakan untuk terapi hiperurisemia adalah obat-obat urikosurik dan penghambat enzim xanthine oksidase. Obat-obat urikosurik bekerja meningkatkan kebersihan ginjal dari asam urat dengan menghambat reabsorbsi tubular asam urat di ginjal. Kekurangan dari obat urikosurik ialah perlunya alkalinasi urin yang dikontraindikasikan pada pasien penderita kelainan fungsi ginjal.
Sekarang, hanya allopurinol yang masih diperbolehkan digunakan untuk mengurangi produksi asam urat. Allopurinol diberikan ketika obat urikosurik tidak berhasil mengurangi kadar asam urat darah sampai di bawah 7 mg/dl atau jika pasien intoleran terhadap obat urikosurik. Namun, allopurinol dapat menyebabkan efek samping seperti nefropati dan reaksi alergi, sehingga diperlukan obat hiperurisemik yang memiliki efektivitas dan keamanan lebih tinggi (Schlesinger, 2002).
Untuk tujuan tersebut pengobatan yang dilaksanakan diantaranya:
1. Pencegahan Inflamasi Sendi (SIS)
Semua jenis AINS (anti inflamasi dan analgetik) dapat diberikan pada serangan hiperurisemia, namun hasilnya akan berbeda (Ganiswara, 1995). Sampai sekarang kholkisin masih merupakan obat pilihan dalam pengobatan serangan hiperurisemia sampai arthritis gout akut ataupun pencegahannya dengan dosis yang lebih rendah (Rahardjo dan Tan, 1991). Kholkisin merupakan alkaloid yang diperoleh dari tumbuhan. Obat ini sudah digunakan sebagai obat encok di abad ke-enam oleh dokter-dokter di Arab.
Kholkisin bersifat anti inflamasi dan analgesik yang spesifik untuk encok dengan efek cepat yaitu 0,5 – 2 jam setelah serangan akut. Daya kerjanya diperkirakanm berdasarkan hambatan phagositosis dari leukosit sehingga siklus peradangan diputuskan (Ganiswara, 1995).
2. Penanggulangan Hiperurisemia
Pengobatan yang dilakukan terhadap penyakit hiperurisemia sementara ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pencegahan yang dapat menurunkan kadar asam urat, dikenal dengan obat urikosurik yang memperlancar ekskresi asam urat oleh tubuli ginjal dan pencegahan dengan penghambatan xanthine oxidase atau xanthine dehidrogenase (Tehupeiory, 1996).
Urikosurik
Mekanisme kerja urikosurik dalam pengobatan hiperurisemia adalah menghambat reabsorbsi asam urat oleh tubuli ginjal, sehingga banyak asam urat dikeluarkan bersama air seni. Untuk mencegah mengendapny asam urat pada saluran kemih akibat konsentrasinya yang tinggi dalam air seni, dianjurkan sering minum air putih kurang lebih tiga liter perhari (Raharjo dan Tan, 1979).
Penghambat Xantin Oksidase
Obat yang sering digunakan sebagai pengambat xantin oksidase adalah allopurinol. Mekanisme kerja allopurinol dengan cara menghambat enzim xantin oksidase yaitu enzim yang bertanggung jawab untuk merombak senyawa purin (hipoxantin dan xantin) menjadi asam urat. Struktur kimia allopurinol sangat mirip dengan xantin sehingga enzin xantin oksidase bekerja pada zat tersebut, akibatnya perombakan xantin menjadi asam urat juga menurun (Raharjo dan Tan, 1979 ).
Kelor, Obat Alami Asam Urat
Dalam ilmu pengobatan tradisional Indonesia, salah satu bahan alam yang belum banyak digunakan di masyarakat adalah tanaman kelor (Moringa oleiferaLamk.). Biji dan daun kelor yang masih muda dikonsumsi sebagai sayur, sedangkan biji yang sudah kering digunakan sebagai bioflokulan logam berat. Selain itu, akar dan daunnya sering digunakan sebagai alternatif alami yang dapat mengurangi rasa nyeri pada persendian. Pemanfaatan tanaman kelor, terutama daun dan akar sering digunakan sebagai alternatif alami pengobatan rheumatik dan encok. Beberapa daerah yang penduduknya memanfaatkan tanaman kelor sebagai pengobatan rheumatik adalah Minahasa, Sulawesi Selatan dan Ujung Pandang (Tugo, 2005).
Menurut Raharjo dan Tan (1979) dalam tanaman kelor diduga terdapat zat aktif yang mampu menurunkan rheumatik dan encok. Diantara zat aktif yang diduga bermanfaat tersebut adalah alkaloid dan flavonoid. Kedua senyawa ini diduga efektif menurunkan rasa nyeri akibat reumatik, dan bersifat anti inflamasi dan anti analgesik. Ganiswara (1995) menambahkan, kandungan alkaloid tanaman kelor yang dapat menurunkan rasa nyeri akibat rheumatik adala kholkisin. Kolkisin mempunyai khasiat anti inflamasi dan analgesik yang spesifik untuk encok dengan efek cepat yaitu 0,5 – 2 jam setelah serangan akut. Daya kerjanya diperkirakan berdasarkan hambatan phagositosis dari leukosit sehingga siklus peradangan diputuskan, serta stabilisasi lisosom meningkat. Di samping itu kholkisin juga berdaya anti mitotik, menghambat proses pembelahan sel (mitosis).
Selain kolkisin, Flavonoid juga diduga dapat menurunkan rasa nyeri persendian akibat rheumatik, dengan aktivitas fisiologinya yaitu inhibisi phosporilasi protein oleh protein kinase dalam netrophil (bagian dari leukosit), yang diaktifkan oleh cAMP untuk merangsang aktivitas metabolik.
Menurut Tahupeiory (1996) flavonoid dan alkaloid yang terdapat pada suatu tanaman mampu menghambat sintesis asam urat dan mendegradasikannya. Senyawa alkaloid yang terkandung dalam tanaman kelor (M. oleifera Lamk.) yang mampu menghambat sintesis asam urat dan juga bersifat anti inflamasi adalah kholkisin. Kholkisin menghambat aktivitas xanthin oksidase mendegradasikan xanthin dan hipoxantin menjadi asam urat. Selain itu juga kholkisin menuurut Guyton (1987) memutuskan siklus peradangan dengan menghambat phagositosis leukosit yang menyebabkan stabilisasi lisosom meningkat.
Diantara zat aktif yang terkandung dalam daun kelor selain flavanoid dan alkaloid, adalah allopurinol. Menurut Mayes (1992) allopurinol merupakan derivat asam nukleat yang diduga juga mampu menghambat sintesis asam urat. Pemberian allopurinol dilakukan ketika obat yang digunakan mendegradasikan deposit asam urat tidak mampu lagi. Namun, pemakaian allopurinol menimbulkan efek samping berupa nefropathi dan alergi.
Mekanisme penghambatan allopurinol ini dimanfaatkan untuk menjaga sintesis asam urat tubuh tetap setabil. Penggunaan allopurinol menurut Mansoer (2001) menimbulkan efek samping berupa nefropathi dan alergi.
Pada tahun 2008, Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan Putra Universitas di Malaysia, menerbitkan penelitian yang bertujuan untuk menguji apakah Kelor memiliki aktivitas Antinociceptive dan Anti-inflamasi, seperti halnya obat yang digunakan dalam pengobatan modern seperti NSAID (non-steroid anti-inflammatory drugs). enelitian ini menemukan bahwa daun kelor memiliki aktivitas zat antinociceptive dan anti-inflamasi, bahkan dalam jumlah tinggi. Ini pun berarti bahwa benar Kelor digunakan dalam pengobatan tradisional India sebagai pengobatan untuk Arthritis dan Gout hanya.
Efek dari kelor yang menekan enzim COX-2. enzim ini bertanggung jawab untuk proses inflamasi dan nyeri. Biasanya obat yang digunakan untuk menekan enzim ini adalah NSAID – seperti Voltaren, Nksin, Adoil, Arcoxia, Kaspo dll. Namun NSAID memiliki efek samping yang berbahaya seperti resiko stroke, masalah ginjal, masalah pembuluh darah, masalah perut dan banyak lagi.
Kelor adalah pohon yang telah digunakan sebagai makanan dan oabt-obatan alami sepanjang sejarah, yang berarti bahwa Kelor jauh lebih aman digunakan daripada NSAID dengan efektivitas penyembuhan yang sama dan tanpa efek samping. Saat ini dengan kembali ke pengobatan alami dan herbal, Kelor menawarkan solusi luar biasa untuk berbagai kondisi medis.
Sebuah penelitian di Indonesia menyimpulkan bahwa :
- Ekstrak daun kelor (M. oleifera Lamk.) memberikan pengaruh terhadap kadar asam urat darah mencit (Mus musculus)
- Konsentrasi ekstrak daun kelor (M. oleifera Lamk.) yang efektif berpengaruh terhadap kadar asam urat darah mencit hiperurisemia adala konsentrasi 7,5 % dengan nilai sebesar 4,4 mg/dl. (Jumat Hadisasono, 2007).
Dirangkum dari berbagai sumber.