Tentang Kelorina

Gerakan Swadaya Masyarakat Pemanfaatan Tanaman Kelor untuk Kesejahteraan Umat Manusia.

We Are Keloris

KELORINA merupakan  gerakan sosial swadaya masyarakat untuk menyebarkan informasi tentang manfaat, khasiat dan penggunaan Tanaman Kelor dalam mengatasi malnutrisi (kekurangan gizi) bagi anak-anak usia dini dan ibu-ibu hamil atau menyusui di desa-desa tertinggal, khususnya desa-desa di sekitar kawasan hutan.

Selaras dengan program pemerintah dalam upaya menurunkan angka stunting di Indonesia, maka Kelorina pun turut serta dengan mengarahkan pemanfaatan tanaman Kelor sebagai asupan nutrisi harian keluarga dalam mencegah dan mengatasi stunting.  

Inisiatif gerakan sosial ini dimotori oleh Kang Dudi, founder dan owner Pusat Pembelajaran Moringa Organik Indonesia dan PT Moringa Organik Indonesia di Blora Jawa Tengah.

Apa yang Keloris lakukan?

  1. Mengumpulkan informasi dan hasil-hasil penelitian tentang Budidaya, Manfaat, Khasiat dan Penggunaan Tanaman Kelor dari berbagai sumber.
  2. Propaganda penyadaran tentang bahaya malnutrisi bagi generasi bangsa dan Peran Tanaman Kelor dalam mengatasinya.
  3. Pelatihan, Pendampingan, Konsultasi dan Penyuluhan Budidaya, Manfaat, Khasiat dan Penggunaan Tanaman kelor untuk Kesehatan, Pertanian, Peternakan, Pengelolaan kualitas Air, serta Kosmetika Alami.
  4. Penerbitan media informasi baik online maupun offline tentang Budidaya, Manfaat, Khasiat dan Penggunaan Tanaman Kelor .
  5. Mengelola kebun bibit, menyebarluaskan benih dan bibit Tanaman kelor kepada masyarakat.
  6. Membangun jejaring dan komunikasi dengan multi pihak dalam rangka pengembangan Tanaman kelor di Indonesia.
  7. Produksi dan Penjualan produk berbahan dasar bagian-bagian Tanaman kelor.
Poster Malnutrisi

Mengapa Perlu Mendukung Gerakan Sosial Ini?

fakta manfaat kelor

Kelor, Multiguna dan Kaya Nutrisi

Kelor (Moringa oleifera) dikenal sebagai The Miracle Tree atau Pohon Ajaib karena terbukti secara ilmiah merupakan sumber gizi berkhasiat obat yang kandungannya diluar kebiasaan kandungan tanaman pada umumnya.  Menurut hasil penelitiannya, daun Kelor ternyata mengandung vitamin A, vitamin C, Vit B, kalsium, kalium, besi, dan protein, dalam jumlah sangat tinggi yang mudah dicerna dan diasimilasi oleh tubuh manusia. Bahkan, jumlahnya berlipat-lipat dari sumber makanan yang selama ini digunakan sebagai sumber nutrisi untuk perbaikan gizi di banyak belahan negara.

Tidak hanya itu, Kelor pun diketahui mengandung lebih dari 40 antioksidan dan 90 jenis nutrisi berupa vitamin essensial, mineral, 18 asam amino, anti-penuaan dan anti-inflamasi. Kelor dikatakan mengandung 539 senyawa yang dikenal dalam pengobatan tradisional Afrika dan India (Ayurvedic) serta telah digunakan dalam pengobatan tradisional untuk mencegah lebih dari 300 penyakit.

Berbagai bagian dari tanaman Kelor seperti daun, akar, biji, kulit kayu, buah, bunga dan polong dewasa, bertindak sebagai stimulan jantung dan peredaran darah, memiliki antitumor, antipiretik, antiepilepsi, antiinflamasi, antiulcer, antispasmodic, diuretik, antihipertensi, menurunkan kolesterol, antioksidan, antidiabetik, kegiatan hepatoprotektif, antibakteri dan antijamur.

Kandungan nutrisi yang demikian luar biasa dari Kelor, menjadikannya kandidat utama untuk digunakan dalam mengatasi masalah malnutri atau kekurangan gizi pada balita dan ibu hamil atau menyusui yang dialami bangsa kita.  Selain itu, kelor pun menjadi asupan gizi tinggi yang murah dan mudah didapat oleh masyarakat miskin di desa-desa tertinggal.

Liputan Media

Liputan di TribunNews
Liputan Kelor di Solopos
Liputan Kelorina di Trubus
Liputan Kelorina di Kumparan
Liputan Kelorina di Kompas TV
Liputan Sonora
Liputan Kick Andy
Liputan Kelorina di Kontan
Liputan Kelorina di Antara News
Liputan Kelorina di Bisnis.Com
Liputan di Redaksi Trans7
Liputan di Kompas com
Liputan Media
Liputan di Grid.ID
Liputan di Fajar.co.id

Solusi Nutrisi Bagi Masalah Malnutrisi

Masalah malnutrisi di Indonesia, tergambar jelas dalam data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Riskesdas merupakan kegiatan riset kesehatan berbasis masyarakat yang diarahkan untuk mengevaluasi pencapaian indikator Millenium Development Goals (MDGs) bidang kesehatan di tingkat nasional dan provinsi.

Hasil analisa Riskesda 2010 diantaranya melaporkan bahwa :

  1. Secara nasional sudah terjadi penurunan prevalensi kurang gizi (berat badan menurut umur) pada balita dari 18,4 persen tahun 2007 menjadi 17,9 persen tahun 2010. Penurunan terjadi pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4 persen pada tahun 2007 menjadi 4,9 persen tahun 2010. Tidak terjadi penurunan pada prevalensi gizi kurang, yaitu tetap 13,0 persen. Prevalensi pendek pada balita adalah 35,7 persen, menurun dari 36,7 persen pada tahun 2007. Penurunan terutama terjadi pada prevalensi balita pendek yaitu dari 18,0 persen tahun 2007 menjadi 17,1 persen tahun 2010. Sedangkan prevalensi balita sangat pendek hanya sedikit menurun yaitu dari 18,8 persen tahun 2007 menjadi 18,5 persen tahun 2010. Penurunan juga terjadi pada prevalensi anak kurus, dimana prevalensi balita sangat kurus menurun dari 13,6 persen tahun 2007 menjadi 13,3 persen tahun 2010.
  2. Walaupun secara nasional terjadi penurunan prevalensi masalah gizi pada balita, tetapi masih terdapat kesenjangan antar provinsi. Terdapat 18 provinsi yang memiliki prevalensi gizi kurang dan buruk diatas prevalensi nasional. Masih ada 15 provinsi dimana prevalensi anak pendek di atas angka nasional, dan untuk prevalensi anak kurus. Untuk prevalensi pendek pada balita masih ada 15 provinsi yang memiliki prevalensi diatas prevalensi nasional, dan untuk prevalensi anak kurus teridentifikasi 19 provinsi yang memiliki prevalensi diatas prevalensi nasional.
  3. Status gizi pada anak usia 6-18 tahun juga dilakukan penilaian yang sama dengan mengelompokkan menjadi tiga yaitu untuk anak usia 6-12 tahun, 13-15 tahun, dan 16-18 tahun. Secara nasional prevalensi anak pendek untuk ketiga kelompok masih tinggi, yaitu di atas 30%, tertinggi pada kelompok anak 6-12 tahun (35,8%), dan terendah pada kelompok umur 16-18 tahun (31,2%). Prevalensi kurus pada kelompok anak 6-12 tahun dan 13-15 tahun hampir sama sekitar 11 persen, sedangkan pada kelompok anak 16-18 tahun adalah 8,9 persen.

Serbuk daun Kelor memiliki dampak positif terbesar pada mereka yang lebih rentan terhadap kekurangan gizi, ibu hamil atau menyusui, anak-anak pada usia penyapihan, penderita HIV/AIDS, dan manula. Anak kurang gizi usia 1-3 tahun dianjurkan untuk mengkonsumsi tiga sendok makan (25 g) serbuk daun Kelor setiap hari dan Wanita hamil atau menyusui harus mengkonsumsi enam sendok makan (50 g).  

Menurut standar FAO / WHO, jumlah itu memenuhi kebutuhan gizi harian bagi anak2 sebesar 42% Protein, 125% Calcium, 61% Magnesium, 41% Potassium, 71% zat besi, 310% Vitamin A dan 22% kebutuhan Vitamin C harian. Serta kebutuhan ibu hamil sebesar : 21% Protein, 84% Calcium, 54% Magnesium, 22% Potassium, 94% zat besi, 162% Vitamin A dan 9% kebutuhan Vitamin C harian.

Gerakan yang sama di Afrika yang didukung oleh banyak organisasi dunia, telah menunjukan keberhasilannya. Demikian pula tentunya di Indonesia, dimana Kelor tumbuh dengan mudah dan liar. Bila kita mau sedikit saja untuk membuka hati atas anugrah Tuhan berupa tanaman Kelor ini, tentunya tidak mustahil dapat mewujudkan harapan “Rakyat Sehat Negeri Kuat”.

Bagaimana menjadi bagian dari Gerakan

  1. Sebarkan alamat blog KELORINA ini
  2. Sebarkan informasi yang terdapat didalamnya kepada siapa pun dan dimana pun yang dapat anda lakukan.
  3. Bantu kami menyebarkan bibit dan benih tanaman kelor ke desa-desa. Bantuan bibit atau benih tanaman kelor yang anda kirim bagi mereka, merupakan amanah yang pasti kami jaga dan sampaikan.

Selamat Bergabung.

Alamat Sekretariat

Puri Kelorina
Desa Ngawenombo RT 01/RW 01 Kecamatan Kunduran Kabupaten Blora – Jawa Tengah – 58255

0296.4312184

081 33333 0001

admin@ptmoi.com

Share This