Menurut The Moringa Tree of Life Organization, Kelor kaya dengan kandungan Vitamin B1, B2 dan B3, yang dibutuhkan tubuh untuk mengubah makanan menjadi energi daripada menyimpannya sebagai lemak. Vitamin B pada daun kelor juga membantu mencerna dan mengkonversi makanan untuk energi dan dapat meningkatkan metabolisme tubuh.
Archive for September, 2012
Kelor hanya akan memberikan manfaat maksimal bila masyarakat pedesaan sebagai sasaran sekaligus pelaku dari gerakan sosial Kelorina ini, dibekali pengetahuan dan kemampuan praktis tentang tanaman kelor dan penggunaannya dalam kehidupannya.
Menurut Tahupeiory (1996) flavonoid dan alkaloid yang terdapat pada suatu tanaman mampu menghambat sintesis asam urat dan mendegradasikannya. Senyawa alkaloid yang terkandung dalam tanaman Kelor yang mampu menghambat sintesis asam urat dan juga bersifat anti inflamasi adalah kholkisin. Kholkisin menghambat aktivitas xanthin oksidase mendegradasikan xanthin dan hipoxantin menjadi asam urat. Selain itu juga kholkisin menurut Guyton (1987) memutuskan siklus peradangan dengan menghambat phagositosis leukosit yang menyebabkan stabilisasi lisosom meningkat.
Penanganan masalah gizi memerlukan upaya komprehensif dan terkoordinasi. “Pembangunan gizi harus merupakan gerakan masyarakat yang dapat mendorong upaya pembangunan berkelanjutan,” tutur Ibu Armida dalam Rapat Kerja Peluncuran Gerakan Nasional Sadar Gizi dalam Rangka 1.000 Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK), Rabu (19/9) di aula serba guna Kementerian PPN/Bappenas.
Mengingat nutrisi yang terkandung didalamnya, daun kelor dapat memberikan kontribusi terhadap keanekaragaman makanan dan kualitas makanan dari rumah tangga yang membutuhkan peningkatan asupan gizi mereka. Namun juga penting untuk mengetahui daya terima masyarakat terhadap daun Kelor sebagai sumber nutrisi yang berkualitas.
Kelor, Solusi Malnutrisi
Berbagai bagian dari tanaman Kelor seperti daun, akar, biji, kulit kayu, buah, bunga dan polong dewasa, bertindak sebagai stimulan jantung dan peredaran darah, memiliki antitumor, antipiretik, antiepilepsi, antiinflamasi, antiulcer, antispasmodic, diuretik, antihipertensi, menurunkan kolesterol, antioksidan, antidiabetik, kegiatan hepatoprotektif, antibakteri dan antijamur.
Malnutrisi di Indonesia
Walaupun secara nasional terjadi penurunan prevalensi masalah gizi pada balita, tetapi masih terdapat kesenjangan antar provinsi. Terdapat 18 provinsi yang memiliki prevalensi gizi kurang dan buruk diatas prevalensi nasional. Masih ada 15 provinsi dimana prevalensi anak pendek di atas angka nasional, dan untuk prevalensi anak kurus. Untuk prevalensi pendek pada balita masih ada 15 provinsi yang memiliki prevalensi diatas prevalensi nasional, dan untuk prevalensi anak kurus teridentifikasi 19 provinsi yang memiliki prevalensi diatas prevalensi nasional.
Bayi dan anak-anak merupakan resiko terbesar untuk mengalami kekurangan gizi karena mereka membutuhkan sejumlah besar kalori dan zat gizi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Mereka bisa mengalami kekurangan zat besi, asam folat, vitamin C dan tembaga karena makanan yang tidak memadai. Kekurangan asupan protein, kalori dan zat gizi lainnya bisa menyebabkan terjadinya kekurangan kalori protein (KKP), yang merupakan suatu bentuk dari malnutrisi yang berat, yang akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan. Kecenderungan untuk mengalami perdarahan pada bayi baru lahir (penyakit hemoragik pada bayi baru lahir), disebabkan oleh kekurangan vitamin K, dan bisa berakibat fatal. Sejalan dengan pertumbuhannya, kebutuhan makanan anak-anak akan bertambah, karena laju pertumbuhan mereka juga bertambah.
Kekurangan maupun kelebihan zat gizi dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan tubuh. Misalnya, perdarahan lambung dapat menyebabkan anemia karena kekurangan zat besi. Seseorang yang telah diobati dengan vitamin A dosis tinggi karena berjerawat, bisa mengalami sakit kepala dan penglihatan ganda sebagai akibat keracunan vitamin A.